Perayaan Hari Raya Waisak di Candi Borobudur

Hari raya waisak merupakan hari suci agama Buddha. Hari waisak juga dikenal memiliki nama yang berbeda-beda disetiap negara. Peringatan waisak bertujuan mengajak umat Buddha untuk merenungkan dan menghayati kembali perjalanan hidup Buddha Gautama.

hari raya waisak, candi borobudur

Di setiap negara memiliki caranya masing-masing untuk memperingati hari raya waisak, begitupun di Indonesia. Hari raya Waisak biasanya dirayakan besar-besaran di komplek Candi Borobudur setiap Bulan Purnama atau Purnama Sidhi yaitu pada bulan Mei. Seluruh umat Buddha dari berbagai majelis berkumpul untuk merayakan hari raya Waisak di Candi Borobudur.

hari raya waisak, candi borobudur

Perayaan Waisak selalu menarik bagi wisatawan, sehingga tidak heran jika setiap tahunnya di bulan Mei Candi Borobudur dipadati oleh lautan manusia yang ingin menyaksikan ritual hari waisak. Jangan sampai Momopal lewatkan hari raya yang satu ini, karena pada malam puncak akan diadakan penerbangan lampion secara bersamaan. Tercatat pada 2016 lalu ada sekitar 5000 lampion yang diterbangkan, tentu langit Borobudur akan terlihat lebih bercahaya dan cantik.

Ada serangkaian proses di perayaan Waisak ini. Proses ritual di awali dengan mengambil air murni di Jumprit, Kabupaten Temanggung. Air murni tersebut dikemas ke dalam 10 ribu botol dan 70 kendi yang kemudian di simpan di dalam Candi Mendut. Bagi umat Buddha, air merupakan unsur yang sangat penting karena air dipercaya dapat mengalirkan kebaikan.

Hari berikutnya, ritual menyalakan obor waisak yang sumber apinya diambil dari api abadi di Mrapen yang berlokasi di Desa Grobogan, Purwodadi, Jawa tengah. Sama halnya dengan air suci, api ini juga disimpan di dalam Candi Mendut sebelum tiba acara puncak hari Waisak. Api menurut umat Buddha melambangkan cahaya yang menghapus kesuraman dan membawa terang, pengetahuan dalam kehidupan yang gelap dan membersihkan kotoran batin dengan cara membakarnya.

hari raya waisak, candi borobudur

Pada keesokan harinya, akan dilakukan pindapatta yaitu biarawan Buddha mendapatkan makanan dari jemaat. Biarawan Buddha tersebut akan berjalan dengan kepala tertunduk sambil memegang mangkuk dan jemaat secara sukarela akan mengisinya dengan makanan. Ritual ini memiliki arti sebagai salah satu cara melatih diri untuk hidup sederhana dan menghargai pemberian.

Pada hari puncak acara waisak akan diadakan ‘Rally Mendut-Borobudur’ yaitu biksu dan jemaat Buddha berjalan sejauh 3km dengan membawa air murni dan api berkah dari Candi Mendut menuju Candi Borobdur dengan melewati Candi Pawon, Sungai Elo dan Sungai Progo. Selanjutnyan biksu menuju panggung utama dan melanjutkan dengan berdoa di depan patung Sang Buddha Gautama dan Candi Borobudur.

Memasuki waktu sore hari sambil menunggu acara puncak berlangsung, biksu dan jemaat memasuki tenda-tenda yang sudah disediakan untuk melakukan doa. Ada banyak sekali tenda dan setiap tenda berdoa dengan cara yang berbeda. Tenda-tenda teresebut berisi umat Buddha dengan aliran yang berbeda-beda, itulah sebabnya mengapa cara berdoa dan peraturan di setiap tendanya berbeda. Ada tenda yang boleh dimasuki oleh wisatawan tetapi ada juga tenda yang dijaga sangat ketat sehingga tidak boleh ada yang masuk.

Menjelang tengah malam prosesi Pradaksiana dilakukan, yaitu ritual terakhir dengan mengelilingi Candi Borobudur searah jarum jam sebanyak tiga kali. Para Biksu memimpin iring-iringan dengan membawa lilin sambil mengucapkan doa-doa dan diikuti oleh jemaat beserta pengunjung.

hari raya waisak, candi borobudur

Perayaan hari raya waisak ditutup dengan menerbangkan lampion yang dilakukan bersama-sama. Dimulai dengan beberapa biksu yang menerbangkan lampion di panggung utama, lalu diikuti oleh seluruh jamaat dan pengunjung untuk menerbangkan lampion tersebut. Seketika langit akan berubah menjadi lebih terang. Lampion terbang beriringan menjauh dan menyatu dengan cahaya bintang.

source image : google.com

Add Comment

Loading...