Pasola merupakan salah satu tradisi asal Sumba, Nusa Tenggara Timur yang terus bertahan dari ribuan tahun yang lalu. Pasola berasal dari kata “sola” atau “hola” yang artinya sejenis lembing kayu yang dipakai untuk saling melempar dari atas kuda. Ditambah imbuhan Pa, kini maknanya berubah menjadi permainan yang berarti sebuah permainan saling melempar lembing kayu dari atas kuda.
Pada acara tersebut, di lapangan luas yang menjadi ‘medan perang’ terdapat dua kubu dengan masing-masing kudanya. Mereka memagang lembing kayu yang panjangnya 1.5 meter dan dengan diamater 1.5 centimeter yang ujungnya sudah dibuat runcing. Masing-masing kubu tersebut terdapat 50-100 orang. Setelah aba-aba dikeluarkan ‘perang’ pun dimulai, sambil menunggang kuda kedua kubu tersebut berhak mengenai lawan sampai lawan terjatuh, terluka bahkan meninggal.
Meskipun runcing tetapi tetap saja kekuatan dari para pria yang menunggan kuda tersebut mampu membuat luka lawannya. Bahkan tak sedikit yang mengikuti Pasola ini menjadi cacat. Itulah mengapa hanya orang-orang yang memiliki nyali besar, ahli menunggang kuda dan siap mengambil resiko yang bisa ikut Pasola. Karena setelah Pasola selesai mereka yang tadinya lawan menjadi teman kembali dan dilarang menyimpan dendam. Dan bagi kepercayaan masyarakat Sumba, darah yang menetes dari peserta Pasola dapat membawa hasil panen yang baik.
Pasola telah diwariskan oleh masyarakat Sumba yang masih menganut agama asli yang disebut Marapu. Tujuan dari ritual itu ialah untuk memohon kepada dewa agar panen pada tahun itu akan berhasil dengan baik.
Sebelum Pasola dilakukan, dipagi harinya ada acara adat Nyale. Adat Nyale merupakan salah satu ucapan rasa syukur masyarakat Sumba kepada dewa atas anugerah yang telah didapatkan, yang ditandai dengan melimpahnya cacing laut di pinggir pantai. Cacing laut yang berlimpah tersebut kemudian diambil lalu dijadikan santap setelah acara Pasola berlangsung.
Setiap tahunnya tradisi Pasola pasti dilaksanakan, biasanya diadakan pada bulan Februari dan juga Maret. Tahun ini Pasola diadakan pada 18-21 Februari dan dilanjutkan kembali pada 17-20 Maret 2017. Seperti biasa acaranya selalu meriah, dan dihadiri oleh banyak wisatawan yang berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Meskipun terkesan seram, namun ‘perang’ ala adat Sumba ini selalu menarik wisatawan.
Jadi, Ayo segera rencakan perjalanan bersama Momotrip!
Source image: google.com