Tak terasa lembaran kalender sudah kembali menunjukkan bulan keenam di tahun ini, yang artinya adalah bulan di mana Kota Jakarta terlahir. Perayaan kelahiran kota besar yang dihuni sedikitnya 10 juta jiwa ini pastinya selalu dinanti-nanti. Berbagai perayaan seperti panggung rakyat yang ada di berbagai pemukiman, hingga pameran berskala besar seperti Jakarta Fair, akan selalu terlaksana untuk menyemarakkan ulang tahun ibukota tercinta. Di balik suka cita dan semarak perayaan ulang tahun Kota Jakarta, terdapat sejarah panjang tentang dinamika kelahiran kota ini, yang juga tak bisa dilepaskan dari kisah masa kolonial yang pernah meliputi negara ini.
Kota Jakarta pertama kali dikenal dengan nama Sunda Kelapa yang merupakan sebuah pelabuhan besar milik Kerajaan Sunda mulai abad ke-4. Seiring berjalannya waktu, pada abad ke-12 pelabuhan ini termasuk dalam kategori pelabuhan sibuk karena menjadi tempat transaksi lada dan rempah-rempah lainnya. Berbagai kapal asing dari Jepang, India Selatan, Tiongkok, dan Timur Tengah, sering kali berlalu lalang untuk memperdagangkan kopi, sutra, anggur, pewangi, yang kemudian ditukarkan dengan rempah-rempah yang memang hanya ada di wilayah Nusantara.
Pada abad ke-16 raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk membuatkan benteng pertahanan untuk mencegah serangan yang akan dilakukan oleh Kesultanan Cirebon. Namun, belum sempat benteng itu berdiri, Sunda Kelapa berhasil ditundukkan oleh Cirebon. Serangan itu berhasil membumihanguskan sebagian besar kota beserta dengan kapal-kapalnya. Pada 22 Juni 1527, Fatahillah berhasil merebut kembali Sunda Kelapa dari cengkaraman Kesultanan Cirebon. Kemudian, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang berarti “kota kemenangan”. Itulah asal muasal penetapan tanggal kelahiran Kota Jakarta yang selama ini kita rayakan.
Kekayaan rempah-rempah yang dimiliki Nusantara, khususnya Jayakarta sebagai pusat perdagangan terbesar, mulai memikat hati bangsa-bangsa Eropa, salah satunya adalah Belanda melalui VOC. Pada akhir abad ke-16, VOC untuk pertama kalinya berlabuh di Jayakarta. Dengan dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen, VOC berhasil meduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan Kesultanan Banten, yang kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. Dalam membangun Batavia, Belanda mengimpor budak-budak yang berasal dari Bali, Tiongkok, India, dan Maluku. Yang kemudian, kelompok budak tersebutlah yang membentuk komunitas bernama Suku Betawi. Itulah alasan mengapa di Jakarta saat ini terdapat daerah yang bernama Pecinan, Pekojan, Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, dan Kampung Bali.
Ratusan tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1942, Jepang datang ke Batavia seolah sebagai sahabat yang menawarkan kemerdekaan. Dengan menggebu-gebukan slogan “Nippon Pelindung, Cahaya, dan Pemimpin Asia”, Jepang pandai menarik hati pribumi, dalam kasus ini adalah penduduk Batavia. Salah satu cara yang Jepang pakai adalah dengan mengganti nama Batavia menjadi Jakarta. Jakarta yang menjadi bagian dari Jawa Barat sampai tahun 1959, akhirnya naik status menjadi daerah tingkat satu yang dipimpin oleh seorang gubernur. Gubernur Jakarta yang pertama kali tersebut adalah Soemarno Sosroatmodjo yang dilantik oleh Presiden Sukarno. Dan akhirnya pada tahun 1961, status Jakarta kembali mengalami perubahan menjadi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, seperti yang kita kenal saat ini.
Itulah sejarah Kota Jakarta yang sangat panjang dan dipenuhi oleh berbagai dinamika yang ada. Di usia yang semakin menua ini, rupanya Jakarta masih terus diuji dengan berbagai rintangan. Pertentangan tentang topik “Siapa penduduk Jakarta yang sebenarnya” sepertinya sudah sepatutnya tidak perlu dibahas. Dari penjelasan di atas, sudah terlampir bahwa sejak dahulu Jakarta memang sudah dihuni oleh berbagai kelompok kaum. Pada intinya, Ibukota Jakarta bukanlah milik kaum tertentu. Ibukota Jakarta adalah milik kita bersama. Semoga di usia yang menginjak 490 tahun ini, Kota Jakarta akan terus berbenah dan mawas diri, sehingga dapat menjadi ibukota yang selama ini kita bersama-sama impikan.
Source image: google.com