Tak terasa sebentar lagi umat muslim akan kembali menyambut bulan Ramadhan. Bulan yang dianggap sebagai bulan suci dan penuh rahmat ini memang selalu dinantikan oleh umat musim baik di Indonesia, maupun seluruh dunia. Suasana dan momen khas ketika Ramadhan seperti sahur bersama keluarga dan buka puasa bersama sekaligus kumpul bareng kerabat lama. Setiap daerah mempunyai caranya sendiri dalam mengungkapkan rasa antusiasnya terhadap bulan Ramadhan, salah satunya adalah perayaan Dugderan yang dilakukan masyarakat Kota Semarang.
Nama Dugderan sendiri berasal dari “Dug” yang berarti suara pukulan bedug, dan “Der” yang berarti suara dari ledakan meriam. Tradisi Dugderan merupakan perayaan yang menandai awal bulan Ramadhan yang sudah dilaksanakan turun menurun sejak masa pemerintahan Bupati Kyai Raden Mas Tumenggung Purbaningrat. Selama seminggu sebelum Ramadhan, akan diadakan pasar kaget yang juga dinamakan pasar Dugderan di daerah Pasar Johar. Pasar tersebut menjual berbagai macam barang, mulai dari peralatan masak, busana muslim, sampai mainan anak tradisional yang tumpah ruah. Dijual pula Warak Ngendhog yang berarti Warak bertelur. Warak Ngendhog merupakan mahluk khayalan yang menjadi maskot kota semarang dan menjadi mainan favorit anak-anak sedari dulu.
Arak-arakan Mobil yang bertema Warak Ngendhog akan melewati rute Balaikota sampai Masjid Agung Jawa Tengah. Hiasan Mobil dan warga yang jumlahnya sangat banyak, akan sangat meramaikan arak-arakan ini. Warna-warni dari Warak Ngendhog ini lah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat sekitar. Kebudayaan Arab, Cina, dan Jawa akan terasa menyatu padu pada arak-arakan tersebut. Perayaan ini akan diakhiri pada satu hari sebelum puasa. Acara punyanya adalah arak-arakan kirab budaya. Pada arak-arakan tersebut terdapat Warak Ngendok sebagai maskot khas Kota Semarang. Ketika arak-arakan mendekati Masjid Besar Kauman yang menjadi masjid tertua di Semarang, akan ada Walikota Semarang yang memerankan tokoh Bupati semarang tempo dulu.
Pada awalnya Perayaan Dugderan ditujukan untuk menyatukan seluruh lapisan masyarakat Kota Semarang yang terpecah pada zaman kolonial akibat politik adu domba yang diterapkan. Pada saat itu, daerah-daerah di Semarang dipecah berdasarkan ras dari suatu masyarakat. Terdapat Daerah Pecinan untuk warga Cina, Pakojan untuk warga Arab, Kampung Melayu untuk warga perantauan luar Jawa, dan Daerah Kampung Jawa untuk warga Pribumi Jawa. Sampai saat ini, tujuan mulia tersebut kurang lebih tidak berbeda, namun dalam konteksnya sekarang ini ditujukan untuk kesatuan dan persatuan sebagai warga negara
Source image: google.com